Khutbah Idul Adha 1434 H
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ
ِلأَ هْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِى
Demikian pesan-pesan
singkat untuk kita semua yang hadir pada hari ini,
semoga bermanfaat bagi kiita bersama, amien.
oleh: Ust. H. Ahmad Yani
postingan diambil dari PKS PIYUNGAN
DARI KETAHANAN KELUARGA
MENUJU KETAHANAN MASYARAKAT DAN
BANGSA
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ
يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X
Walillahilhamdu.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah.
Kembali kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt
yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan kepada kita sehingga kita tidak
mampu menghitungnya, karena itu keharusan kita adalah memanfaatkan segala
kenikmatan dari Allah swt untuk mengabdi kepada-Nya sebagai manifestasi dari
rasa syukur itu, salah satunya adalah ibadah berkorban pada hari raya Idul Adha
dan hari tasyrik. Allah swt berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu
dan berkorbanlah (QS Al Kautsar [108]:1-2).
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad saw, kepada keluarga, sahabat-sahabat dan para penerus risalahnya yang
terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga hari
kiamat nanti.
Takbir, tahlil dan tahmid kembali menggema di seluruh
muka bumi ini sekaligus menyertai saudara-saudara kita yang datang menunaikan
panggilan agung ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang
kelima. Bersamaan dengan ibadah mereka di sana,
di sini kitapun melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah mereka,
di sini kita melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah haji yaitu puasa
hari Arafah, pemotongan hewan qurban setelah shalat idul Adha ini dan
menggemakan takbir, tahlil dan tahmid selama hari tasyrik. Apa yang dilakukan
itu maksudnya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Salah
satu yang amat kita butuhkan dalam hidup ini adalah mendapatkan figur-figur
teladan yang bisa memberi warna positif dslam kehidupan kita. Karena itu, Allah
swt menjadikan Nabi Ibrahim as dan keluarganya sebagai figur teladan sepanjang
masa, bahkan tidak hanya kita yang harus meneladaninya, tapi Nabi Muhammad saw
juga harus meneladaninya, Allah swt berfirman:
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Sesungguhnya
telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia (QS Al Mumtahanah [60]:4).
Satu
dari sekian banyak keteladanan dari Nabi Ibrahim as dan keluarganya adalah
memiliki dan menunjukkan ketahanan keluarga yang luar biasa. Yang dimaksud
dengan ketahanan keluarga adalah keluarga bisa berjalan dengan baik dan
keberadaannya dibuktikan dengan manfaat yang bisa dirasakan oleh banyak orang.
Oleh
karena itu, terwujudnya ketahanan keluarga menjadi sesuatu yang amat penting
agar perjalanan keluarga bisa berlangsung sebagaimana yang diharapkan, baik
harapan orang yang berusaha membangun kehidupan keluarga, keluarga besarnya
maupun masyarakat sekitarnya. Dalam kaitan ini, paling tidak ada lima aspek
ketahanan keluarga yang harus dimiliki oleh setiap keluarga. Pertama,
memiliki kemandirian nilai. Keluarga muslim berarti memiliki nilai-nilai Islam
yang menjadi landasan berkeluarga dan arah kehidupannya. Suatu keluarga disebut
memiliki ketahanan yang kuat manakala berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam
dalam menjalani kehidupan meskipun berhadapan dengan kendala yang berat dan
lingkungan yang tidak Islami. Memiliki kemandirian nilai tidak hanya dia
melaksanakan ajaran Islam, tapi berusaha meluruskan yang tidak Islami. Bagi
Nabi Ibrahim as siapapun harus diluruskan, termasuk orang tuanya sendiri yang
keliru sebagamana
firman Allah swt:
وَ إِذْ قالَ إِبْراهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَ تَتَّخِذُ أَصْناماً
آلِهَةً إِنِّي أَراكَ وَ قَوْمَكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Dan
(ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar,
"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. (QS An'am
[6]:74).
Dalam
kehidupan sekarang yang pengaruh era globalisasi sedemikian besar, memiliki
kemandirian nilai menjadi perkara yang amat penting, karena sesama anggota
keluarga memang tidak bisa saling mengawasi setiap saat, bahkan tingkat
kesibukan yang tinggi membuat anggota keluarga sulit berkomunikasi meskipun
alat-alat komunikasi sudah semakin canggih.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Jamaah Sekalian
Yang Dimuliakan Allah swt.
Kedua yang harus
dimiliki keluarga agar memiliki ketahanan yang baik adalah kemandirian ekonomi.
Setiap manusia membutuhkan makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal,
berkendaraan dan sebagainya hingga pengembangan diri. Untuk memenuhi semua itu,
dibutuhkan pendanaan dalam jumlah yang cukup yang didapatkan dengan cara yang
halal. Karena itu, setiap keluarga, khususnya bapak atau suami harus mampu
mengembangkan keluarganya untuk memiliki kemandirian dibidang ekonomi. Dalam ibadah
haji, selain ada tawaf yang melambangkan kedekatan kepada Allah swt, ada lagi
yang namanya sai yang secara harfiyah berarti usaha, yakni usaha untuk memenuhi
segala yang diubutuhkan dan harus dicapai. Siti hajar berusaha mencari apa yang
bisa dikonsumsi dengan berjalan dan berlari dari bukti Shafa ke Marwa.
Karenanya berusaha secara halal sangat mulia dan mengemis sangat hina, apalagi
mencuri dan korupsi, Rasulullah saw bersabda:
لَأَنْ يَحْمِلَ الرَّجُلُ
حَبْلاً فَيَحْتَطِبَ بِهِ, ثُمَّ يَجِيءَ فَيَضَعَهُ فِى السُّوْقِ, فَيَبِيْعَهُ
ثُمَّ يَسْتَغْنِىَ بِهِ, فَيُنْفِقُهُ عَلَى نَفْسِهِ خَيْرٌلَهُ مِنْ اَنْ
يَسْأَلَ النَّاسَ, اَعْطَوْهُ اَوْمَنَعُوْهُ.
Seseorang
yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas
dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan
dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seseorang yang meminta-minta
kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak (HR. Bukhari dan
Muslim).
Allahu Akbar 3X
Walillahilhamdu.
Hadirin Yang
Dirahmati Allah swt.
Ketiga faktor yang
harus dimiliki menuju ketahanan keluarga adalah tahan menghadapi goncangan
keluarga. Kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai goncangan yang
bisa membahayakan keluarga, ada konflik suami-isteri, ketidakharmonisan antara
menantu dengan mertua bahkan dengan orang tuanya sendiri, hubungan orang tua
dengan anak atau sebaliknya yang tidak menyenangkan, campur tangan keluarga
besar dalam menghadapi persoalan keluarga sampai pengaruh tetangga atau
masyarakat sekitar yang tidak selalu baik dalam perjalanan keluarga.
Kunci
utama untuk memperkokoh ketahanan keluarga dalam situasi seperti ini adalah
konsolidasi suami isteri dan orang tua dengan anak. Ketika ada hal-hal yang
kurang menyenangkan dari isteri atau sebaliknya isteri terhadap suami, maka
seseorang harus berpikir dan belajar untuk tetap berinteraksi secara baik,
begitu pula antara orang tua dengan anak dan anak dengan orang tua, disinilah
pentingnya untuk memperlakukan keluarga dengan baik sebagaimana Rasulullah saw
bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ
ِلأَ هْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ ِلأَهْلِى
Sebaik-baik
kamu adalah yang yang paling baik kepada keluarganya dan aku adalah orang yang
paling baik terhadap keluargaku (HR. Ibnu Asakir).
Dalam
kaitan dengan keluarga Nabi Ibrahim as, salah satu yang amat penting untuk kita
ambil sebagai pelajaran adalah terbangunnya suasana yang dialogis sehingga
meskipun Nabi Ibrahim as sudah meyakini adanya perintah menyembelih anaknya
Ismail dan ini tinggal melaksanakan, tapi ternyata Nabi Ibrahim berdialog
dengan Ismail, bahkan meminta pendapat. Sementara Ismail dengan akhlaknya yang
mulia mengemukakan pendapat yang mengagumkan sebagaimana diceritakan di dalam
Al Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي
الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ
مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar".( QS Ash Shaffat [37]:100-102)
Allahu Akbar 3X
Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Id
Yang Dirahmati Allah swt.
Faktor Keempat yang
harus dimiliki agar keluarga memiliki ketahanan adalah keuletan dan ketangguhan
dalam memainkan peran sosial. Keshalehan seorang muslim tidak hanya bersifat
pribadi dalam arti ia menjadi baik hanya untuk kepentingan diri dan
keluarganya, tapi keshalehannya juga harus ditunjukkan dalam bentuk keshalehan
sosial. Hal ini karena di dalam Islam ada dua hubungan yang harus dijalin,
yakni hubungan vertikal kepada Allah swt yang biasa disebut dengan hablum
minallah dan hubungan horizontal kepada sesama manusia dan sekitarnya yang
disebut dengan hablum minannas.
Kehidupan masyarakat kita, baik dalam
skala kecil maupun besar menghadapi begitu banyak persoalan yang menuntut
pemecahan dan jalan keluar. Karena itu, keluarga seharusnya bisa memainkan
peran sosial di masyarakat sehingga keberadaannya bisa dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat banyak dan ini akan membuatnya menjadi keluarga terbaik,
Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُالنَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik orang adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain (HR.
Qudha’i dari Jabir ra).
Dengan
peran sosial yang besar itulah, maka kita akan mencari bahan pembicaraan yang
baik setelah wafat, karena itu, Nabi Ibrahim as berharap demikian, beliau
memang berdoa:
رَبِّ هَبْ لى حُكْماً وَأَلْحِقْنى
بِالصَّالِحينَ.
وَاجْعَلْ لى لِسانَ صِدْقٍ فى الآخِرينَ.
وَاجْعَلْنى مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعيمِ.
وَاغْفِرْ لأَبى إِنَّهُ كانَ مِنَ الضَّالّينَ * وَلا تُخْزِنى يَومَ
يُبْعَثُونَ
Ya
Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan
orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi
orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang
yang memusakai surga yang penuh kenikmatan (QS. Asy-Syu’ara’ [26]:
83–85)
Yang terakhir atau yang kelima diantara
faktor ketahanan keluarga adalah mampu menyelesaikan problema yang dihadapi.
Menjalani kehidupan keluarga seringkali berhadapan dengan berbagai problema, jangankan
kehidupan keluarga, kehidupan pribadi saja tidak pernah sepi dari persoalan.
Kadangkala satu persoalan belum bisa dipecahkan namun sudah muncul lagi
persoalan berikut yang bisa jadi lebih berat. Dalam situasi menghadapi problema
hidup, sangat penting bagi insan keluarga untuk terus mengokohkan ketaqwaan
kepada Allah swt sebab dalam kamus kehidupan orang bertaqwa tidak ada istilah
jalan buntu dalam arti persoalan tidak bisa dipecahkan, Allah swt berfirman:
`tBur
È,Gt
©!$#
@yèøgs
¼ã&©!
%[`tøxC
ÇËÈ çmø%ãötur
ô`ÏB
ß]øym
w
Ü=Å¡tFøts
4
Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya (QS At Thalaq
[65]:2-3).
Kemampuan
menyelesaikan peroblema yang dihadapi menjadi amat penting dalam hidup ini,
disamping kehidupan memang berhadapan
dengan begitu banyak persoalan, kehidupan kita tidak ditekan oleh berbagai
persoalan tapi kita yang mengendalikan persoalan itu sehingga kehidupan dapat
berjalan sebagaimana seharusnya.
Kehidupan
masyarakat kita sekarang dengan tantangan yang sedemikian berat menuntut
kehadiran keluarga yang memiliki ketahanan yang baik sehingga diharapkan akan
lahir masyarakat dengan ketahanan pribadi yang baik karena keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat dan bangsa.
oleh: Ust. H. Ahmad Yani
postingan diambil dari PKS PIYUNGAN
Komentar
Posting Komentar